Indonesia Paling Banyak Pasang Aplikasi Android Berbahaya
Jakarta, NEWStekno || Indonesia merupakan negara paling banyak yang
mengunduh aplikasi Android berbahaya di Google Play Store. Hal ini terungkap
dari laporan keamanan
Android tahun 2018 yang keluar bulan Maret lalu.
Pengguna Mobile Indonesia memiliki kecenderungan untuk menginstal
aplikasi berbahaya ketimbang negara-negara India, Amerika Serikat, Brazil,
Indonesia, serta Rusia. Ini merupakan lima besar negara pengguna Android dimana
Indonesia menjadi negara pengguna Android keempat terbanyak di dunia sebelum
Rusia.
Aplikasi yang dikategorikan berbahaya ini lantaran mengandung bebrapa virus trojan, spyware, bisa mengunduh malware secara diam-diam, phising, serta juga yang paling banyak menggunakan trik 'klik penipuan'.
Aplikasi yang dikategorikan berbahaya ini lantaran mengandung bebrapa virus trojan, spyware, bisa mengunduh malware secara diam-diam, phising, serta juga yang paling banyak menggunakan trik 'klik penipuan'.
'Klik penipuan' ini adalah aktivitas dimana pengguna dibuat berkali-kali
menekan tombol iklan agar pemilik situs dapat mendapatkan pendapatan dari iklan
yang ditampilkan oleh perusahaan pengiklan, seperti contohnya adalah Google
AdSense.
Google sendiri juga mengklaim sudah berusaha menekan aplikasi-aplikasi berbahaya ini dan menghimbau supaya pengguna berhati-hati ketika menginstal aplikasi Android jika didapat dari luar ekosistem Play Store.
Google sendiri juga mengklaim sudah berusaha menekan aplikasi-aplikasi berbahaya ini dan menghimbau supaya pengguna berhati-hati ketika menginstal aplikasi Android jika didapat dari luar ekosistem Play Store.
Misalnya, mengunduh dari toko aplikasi pihak ketiga atau
mengunduh dari situs tertentu yang tidak terbukti dapat dipercaya
keamanannya.
Selain itu juga, Google juga meminta pengguna supaya kerap memperbarui sistem operasinya. Sebab, jika semakin baru sistem operasi Android yang digunakan, maka semakin bagus pula perlindungannya terhadap aplikasi berbahaya yang mereka kategorikan sebagai 'aplikasi berpotensi merusak' (PHA).
Selain itu juga, Google juga meminta pengguna supaya kerap memperbarui sistem operasinya. Sebab, jika semakin baru sistem operasi Android yang digunakan, maka semakin bagus pula perlindungannya terhadap aplikasi berbahaya yang mereka kategorikan sebagai 'aplikasi berpotensi merusak' (PHA).
Sebagai contoh kasus, Android versi Lolipop yang sudah berusia 5 tahun
memiliki aplikasi PHA terinstall paling banyak sebesar 0,64 persen. Sementara
itu pada Android Pie yang baru dirilis pada tahun 2018, menduduki peringkat
paling rendah (0,18 persen).
Masih dengan laporan yang sama, Google menyebut bahwa saat ini aplikasi yang diindikasikan berbahaya di PlayStore yaitu kurang dari 1 persen. Aplikasi yang berbahaya pada 2018 ada di angka 0,4 persen dari keseluruhan aplikasi Playstore.
Masih dengan laporan yang sama, Google menyebut bahwa saat ini aplikasi yang diindikasikan berbahaya di PlayStore yaitu kurang dari 1 persen. Aplikasi yang berbahaya pada 2018 ada di angka 0,4 persen dari keseluruhan aplikasi Playstore.
Jumlah ini semakin bertambah dibanding 2017 yang ada di angka 0,2
persen. Bila dijabarkan dalam bentuk angka satuan, maka berdasarkan perkiraan
Sensor Tower, ada 31 juta aplikasi PHA, dari 76 miliar jumlah download aplikasi
berbasis Android pada tahun 2018.
Namun meski demikian, Google mengklaim bahwa jumlah aplikasi yang
berkategori PHA telah menurun sebesar 31 persen dalam kurun waktu tahun 2017 ke
2018.
Dilansir dari laman BGR, penambahan ini dipengaruhi dari akibat mereka menambahkan klasifikasi tipe aplikasi yang masuk kategori PHA. Pada tahun 2018, aplikasi yang menggunakan trik 'klik penipuan' dimasukkan pada daftar PHA.
Dilansir dari laman BGR, penambahan ini dipengaruhi dari akibat mereka menambahkan klasifikasi tipe aplikasi yang masuk kategori PHA. Pada tahun 2018, aplikasi yang menggunakan trik 'klik penipuan' dimasukkan pada daftar PHA.
Sebagian besar pada aplikasi 'klik penipuan' memiliki fitur yang memang
diinginkan pengguna, seperti memutar musik, atau permainan video. Namun,
ternyata selain untuk mengklik fitur yang dipakai pengguna, di belakang layar
ternyata klik tersebut turut juga mengaktifkan klik iklan.
"Kebanyakan aplikasi yang kami tarik pada tahun 2018 adalah karena kode 'klik penipuan' yang dicantumkan ke dalam aplikasi merupakan aplikasi senter, pemutar musik, atau permainan. Dan pengembang menyuntikkan kode tersebut ke dalam aplikasi yang akan digunakan setiap hari, dan terinstall untuk waktu yang lama," tulis Google dalam laporannya.
Google kini mengklaim bahwa ketentuan peraturan yang diperketat, antarmuka aplikasi program yang bersifat pribadi, serta Playprotect, fitur Google Playstore untuk mendeteksi adanya malware, telah berkontribusi memangkas penyebaran PHA.
"Kebanyakan aplikasi yang kami tarik pada tahun 2018 adalah karena kode 'klik penipuan' yang dicantumkan ke dalam aplikasi merupakan aplikasi senter, pemutar musik, atau permainan. Dan pengembang menyuntikkan kode tersebut ke dalam aplikasi yang akan digunakan setiap hari, dan terinstall untuk waktu yang lama," tulis Google dalam laporannya.
Google kini mengklaim bahwa ketentuan peraturan yang diperketat, antarmuka aplikasi program yang bersifat pribadi, serta Playprotect, fitur Google Playstore untuk mendeteksi adanya malware, telah berkontribusi memangkas penyebaran PHA.
Perusahaan tersebut juga berkata pada kuartal keempat tahun 2018 ini,
sebanyak 84 persen perangkat android telah dilindungi dengan pembaruan keamanan
terbaru, dan angka ini merupakan peningkatan bila dibandingkan dengan tahun
2017 lalu, pada kurun waktu yang sama.
0 Response to "Indonesia Paling Banyak Pasang Aplikasi Android Berbahaya"
Post a Comment